Tulungagung,Reportaseindonesia.net– Ratusan warga membanjiri pesisir untuk menyaksikan Larung Sembonyo Pantai Sine di Desa Kalibatur, Kecamatan Kalidawir, kabupaten Tulungagung, pada Jum’at, 23 Mei 2025. sebuah tradisi labuh laut tahunan yang menjadi puncak pelaksanaan Labuh Laut Larung Sembonyo tahun 2025.
Acara tersebut di awali dengan pelaksanaan istighosah kubro dan pengajian, pagelaran campursari, penampilan kesenian jaranan dan bantengan, pagelaran wayang krucil, pagelaran wayang kulit. Upacara adat labuh laut Larung Sembonyo ini diikuti seluruh masyarakat Sine.
Tradisi yang rutin masyarakat Sine gelar setiap bulan Selo dalam kalender Jawa ini lebih dari sekadar ritual adat biasa. Bagi masyarakat pesisir Sine, Larung Sembonyo adalah wujud rasa syukur atas melimpahnya hasil laut. Ini juga merupakan upaya menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Puncak acara dimulai dengan kenduri di lanjutkan dengan arak-arakan meriah. Rombongan mengarak tumpeng sesajen yang berisi Buceng Agung atau tumpeng raksasa, serta gunungan sayur dan buah hasil bumi. Sepanjang perjalanan, pertunjukan kesenian tradisional dengan balutan pakaian adat khas pesisir menyambut antusiasme warga.
Kepala Desa Kalibatur, Asim Atmo Wijoyo, menjelaskan bahwa Larung Sembonyo memegang peran penting dalam identitas budaya masyarakat nelayan di wilayahnya. Selain sebagai bentuk syukur, tradisi ini juga menjadi sarana menjaga kebersamaan warga dalam merawat kearifan lokal yang sudah turun-temurun.
“Setiap tahun, kami melaksanakan Larung Sembonyo sebagai bentuk terima kasih atas rezeki yang kami terima, khususnya dari hasil laut,” ujar Asim. “Ini juga merupakan ikhtiar kami agar desa selalu terhindar dari marabahaya.”
Prosesi Labuh Laut selalu berakhir dengan melarung sesaji ke tengah laut. Masyarakat percaya sesaji tersebut adalah simbol persembahan kepada penguasa Laut Selatan. Harapannya, hasil tangkapan nelayan akan terus melimpah dan perkampungan pesisir akan senantiasa aman.
Bagi warga, Larung Sembonyo bukan hanya soal adat, tapi juga soal kebanggaan. Slamet, seorang nelayan setempat yang mengaku tak pernah absen mengikuti ritual ini, mengungkapkan kegembiraannya. Tradisi Labuh Laut membuktikan kekayaan budaya lokal yang terus lestari di balik keindahan alam Tulungagung.
“Saya sangat senang bisa ikut Labuh Laut, Tradisi ini merupakan bagian dari kehidupan kami para nelayan,” ucap Slamet. “Harapannya, tahun depan bisa lebih meriah dan membawa berkah bagi semua warga.”
Larung Sembonyo tidak hanya menyatukan masyarakat, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang sayang untuk dilewatkan. Kepala Desa setempat berharap, tradisi ini ke depan dapat menjadi agenda wisata budaya tahunan yang mampu menarik kunjungan wisatawan ke pesisir selatan Tulungagung.
“Semoga tradisi leluhur ini tetap terjaga, karena ini warisan budaya yang harus kita lestarikan,” tutup Asim.